KEMISIKINAN PENYEBAB MALARIA
Paradigma usang yang mengatakan bahwa kemiskinan menyebabkan tingginya prevalensi penyakit, kini sudah tidak pada tempatnya. Sebab, menurut penelitian terakhir yang berhubungan dengan penyakit malaria, malah menunjukkan hal sebaliknya. Penyakit itu yang justru menyebabkan makin tingginya potensi kemiskinan di Indonesia.
Logika terbalik yang muncul belakangan ini dilandasi oleh penuturan Menteri Kesehatan RI, Dr. Achmad Sujudi, M.Ph. pada seminar tentang malaria dan kemiskinan di Indonesia di Departemen Kesehatan RI.
Pernyataan tadi juga ternyata diperkuat oleh Prof. dr. Ascobat Gani, MPH, PhD Kepala Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan UI, yang kebetulan hadir juga dalam acara tersebut. Menurutnya hubungan malaria dengan kemiskinan lebih bersifat satu arah. Malaria menyebabkan kemiskinan dan bukan karena miskin lantas terkena malaria.
Secara jangka panjang sebenarnya banyak jenis kerugian yang timbul di sisi ekonomi dari penyakit tersebut. Namun, dari berbagai variabel tersebut kebanyakan bersifat nisbi atau memiliki tingkat perhitungan relatif terlalu tinggi. Hingga akhirnya dari berbagai jenis kerugian tersebut, yang paling sering dihitung adalah kerugian yang timbul berupa biaya pengobatan dan nilai waktu produktif yang hilang.
Untuk menghitung biaya pengobatan relatif tidak sulit. Sedangkan menghitung nilai waktu produktif yang hilang kadang dirasa cukup rumit. Karena memerlukan data tentang jumlah hari tidak bisa berfungsi karena sakit dan jumlah tahun yang hilang karena mati. Sedangkan akibat secara langsung, jelas terlihat dari menurunnya produktivitas di sektor formal dan informal. Hal ini menyebabkan menurunnya pendapatan masyarakat. Belum lagi kalau hal ini berdampak langsung di masalah keluarga yang mengalami, yaitu harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pengobatan dan biaya program pemberantasan malaria.
Kemudian juga, apabila malaria memperburuk ekonomi rumah tangga, membuat kemampuan rumah tangga untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan gizi anak mereka juga menjadi terbatas. Dan kalau melihat aspek ini dalam jangka panjang akan menimbulkan efek menurunnya mutu SDM orang Indonesia juga nantinya.
Estimasi
Sebenarnya belum ada perhitungan yang layak guna menilai kerugian ekonomi akibat malaria di Indonesia. Satu-satunya data sekunder secara nasional tentang hilangnya waktu produktif akibat malaria adalah penilaian yang dilakukan oleh Soewarta Kosen dan Sidharta. Itu pun termasuk data yang sudah agak lama, karena dibuat tahun 1997 lalu.
Pada perhitungan ini mereka menggunakan dua jenis variabel, yaitu hilangnya waktu produktif karena sakit dan hilangnya waktu produktif karena mati. Menurut perhitungan tersebut, diketahui bahwa pada tahun 1997 telah hilang waktu produktif sebanyak 717.870 tahun akibat malaria, yaitu berasal sari perhitungan hilangnya 41.500 tahun karena sakit dan 676.370 tahun karena mati.
Dari data yang terakhir ada di Departemen Kesehatan, pada tahun 2002, ada 15 juta kasus malaria klinis yang dilaporkan. Kalau diasumsikan tiap kasus membuat seseorang kehilangan hari produktif selama 5 hari. Maka dapat dihitung, pada tahun 2002 kita telah kehilangan 75 juta hari produktif. Yang mana hal itu sama saja kehilangan hari produktif selama 205.479 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar